Rendradan Teater. Rendra merupakan penyair yang mampu mendobrak dan mengkritik pemerintahan orde baru lewat karya seni. Lewat bengkel teater, Rendra menciptakan teater kontemporer di tengah publik. Banyak cara yang dilakukan oleh manusia untuk mengekspresikan keindahan, sehingga nilai dari sebuah keindahan memiliki sudut pandang
Pada mulanya pementasan teater tidak mengenal sutradara. Pementasan teater muncul dari sekumpulan pemain yang memiliki gagasan untuk mementaskan sebuah cerita. Kemudian mereka berlatih dan memainkkannya di hadapan penonton. Sejalan dengan kebutuhan akan pementasan teater yang semakin meningkat, maka para aktor memerlukan peremajaan pemain. Para aktor yang telah memiliki banyak pengalaman mengajarkan pengetahuannya kepada aktor muda. Proses mengajar dijadikan tonggak awal lahirnya “sutradara”. Dalam terminologi Yunani sutradara director disebut didaskalos yang berarti guru dan pada abad pertengahan di seluruh Eropa istilah yang digunakan untuk seorang sutradara dapat diartikan sebagai master. Istilah sutradara seperti yang dipahami dewasa ini baru muncul pada jaman Geroge II. Seorang bangsawan duke dari Saxe-Meiningen yang memimpin sebuah grup teater dan menyelenggarakan pementasan keliling Eropa pada akhir tahun 1870-1880. Dengan banyaknya jumlah pentas yang harus dilakukan, maka kehadiran seorang sutradara yang mampu mengatur dan mengharmonisasikan keseluruhan unsur artistik pementasan dibutuhkan. Meskipun demikian, produksi pementasan teater Saxe-Meiningen masih mengutamakan kerja bersama antarpemain yang dengan giat berlatih untuk meningkatkan kemampuan berakting mereka Robert Cohen, 1994. Model penyutradaraan seperti yang dilakukan oleh George II diteruskan pada masa lahir dan berkembangnya gaya realisme. Andre Antoine di Tokohcis dengan Teater Libre serta Stansilavsky di Rusia adalah dua sutradara berbakat yang mulai menekankan idealisme dalam setiap produksinya. Max Reinhart mengembangkan penyutradaraan dengan mengorganisasi proses latihan para aktor dalam waktu yang panjang. Gordon Craig merupakan seorang sutradara yang menanamkan gagasannya untuk para aktor sehingga ia menjadikan sutradara sebagai pemegang kendali penuh sebuah pertunjukan teater Herman J. Waluyo, 2001. Berhasil tidaknya sebuah pertunjukan teater mencapai takaran artistik yang diinginkan sangat tergantung kepiawaian sutradara. Dengan demikian sutradara menjadi salah satu elemen pokok dalam teater modern. Oleh karena kedudukannya yang tinggi, maka seorang sutradara harus mengerti dengan baik hal-hal yang berhubungan dengan pementasan. Oleh karena itu, kerja sutradara dimulai sejak merencanakan sebuah pementasan, yaitu menentukan lakon. Setelah itu tugas berikutnya adalah menganalisis lakon, menentukan pemain, menentukan bentuk dan gaya pementasan, memahami dan mengatur blocking serta melakukan serangkaian latihan dengan para pemain dan seluruh pekerja artistik hingga karya teater benar-benar siap untuk dipentaskan. Pemilihan Naskah Proses atau tahap pertama yang harus dilakukan oleh sutradara adalah menentukan lakon yang akan dimainkan. Sutradara bisa memilih lakon yang sudah tersedia naskah jadi karya orang lain atau membuat naskah lakon sendiri. Naskah Jadi Mementaskan teater dengan naskah yang sudah tersedia memiliki kerumitan tersendiri terutama pada saat hendak memilih naskah yang akan dipentaskan. Nskah tersebut harus memenuhi kreteria yang diinginkan serta sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. Ada beberapa pertimbangan yang dapat dilakukan oleh sutradara dalam memilih naskah, seperti tertulis di bawah ini. Sutradara menyukai naskah yang dipilih. Jika sutradara memilih naskah yang akan ditampilkan dalam keadaan terpaksa maka bisa dipastikan hasil pementasan menjadi kurang baik. Naskah yang tidak dikehendaki akan membawa pengaruh dan masalah tersendiri bagi sutradara dalam mengerjakannya, seperti analisis yang kurang detil, pemilihan pemain yang asal-asalan, keseluruhan kerja menjadi tidak optimal. Sutradara merasa mampu mementaskan naskah yang telah dipilih. Mampu mementaskan sebuah naskah tentunya tidak hanya berkaitan dengan kecakapan sutradara, tetapi juga dengan unsur pendukung yang lain. Semua sumber daya dimiliki seperti pemain, penata artsitik, dan pendanaan menjadi pertimbangan dalam memilih naskah yang akan dipentaskan. Sutradara wajib mempertimbangkan sisi pendanaan secara khusus. Beberapa naskah yang baik terkadang memiliki konsekuensi logis dengan pendanaan. Misalnya, naskah yang dipilih memoiliki latar cerita di rumah mewah dengan segala perabot yang indah. Hal ini membawa dampak tersendiri dalam bidang pendanaan. Jika sutradara merasa mampu mengusahakan pendanaan secara optimal untuk mewujudkan tuntutan artistik lakon, maka naskah tersebut bisa dipilih. Jika tidak, sutradara harus mampu melakukan adaptasi sehingga pendanaan bisa dikurangi tanpa mengurangi nilai artistik lakon. Sutradara mampu menemukan pemain yang tepat. Naskah lakon yang baik tidak ada gunanya jika dimainkan oleh aktor yang kurang baik. Oleh karena itu, sutradara harus mampu mengukur kualitas sumber daya pemain yang dimiliki dalam menentukan naskah yang akan dipentaskan. Sutradara mampu tetap mementaskan naskah yang ada gunanya berlatih naskah lakon tertentu dalam waktu lama jika di tengah proses tiba-tiba hal itu terhenti karena alasan tertentu. Sutradara dengan segenap kemampuannya harus mampu meyakinkan pemain dan mengusahakan pertunjukan agar tetap digelar sehingga proses yang telah dilakukan tidak menjadi sia-sia. Membuat Naskah Sendiri Membuat naskah lakon sendiri tidak menguntungkan karena akan memperpanjang proses pengerjaan. Akan tetapi berkenaan dengan sumber daya yang dimiliki, membuat naskah sendiri dapat menjadi pilihan yang tepat. Untuk itu, sutradara harus mampu membuat naskah yang sesuai dengan kualitas sumber daya yang ada. Naskah semacam ini bersifat situasional, tetapi semua orang yang terlibat menjadi senang karena dapat mengerjakannya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Beberapa langkah di bawah ini dapat dijadikan acuan untuk menulis naskah lakon. Menentukan tema. Tema adalah gagasan dasar cerita atau pesan yang akan disampaikan oleh pengarang kepada penonton. Tema, akan menuntun laku cerita dari awal sampai akhir. Misalnya tema yang dipilih adalah “kebaikan akan mengalahkan kejahatan”, maka dalam cerita hal tersebut harus dimunculkan melalui aksi tokoh-tokohnya sehingga penonton dapat menangkap maksud dari cerita bahwa sehebat apapun kejahatan pasti akan dikalahkan oleh kebaikan. Menentukan persoalan. Persoalan atau konflik adalah inti daricerita teater. Tidak ada cerita teater tanpa konflik. Oleh karena itupangkal persoalan atau titik awal konflik perlu dibuat dan disesuaikan dengan tema yang dikehendaki. Misalnya dengan tema “kebaikan akan mengalahkan kejahatan”, pangkal persoalan yang dibicarakan adalah sikap licik seseorang yang selalu memfitnah orang lain demi kepentingannya sendiri. Persoalan ini kemudian diikembangkan dalam cerita yang hendak dituliskan. Membuat sinopsis ringkasan cerita. Gambaran cerita secara global dari awal sampai akhir hendaknya dituliskan. Sinopsis digunakan pemandu proses penulisan naskah sehingga alur dan persoalan tidak melebar. Dengan adanya sinopsis maka penulisan lakon menjadi terarah dan tidak mengada-ada. Menentukan kerangka cerita. Kerangka cerita akan membingkai jalannya cerita dari awal sampai akhir. Kerangka ini membagi jalannya cerita mulai dari pemaparan, konflik, klimaks sampai penyelesaian. Dengan membuat kerangka cerita maka penulis akan memiliki batasan yang jelas sehingga cerita tidak berteletele. William Froug 1993 misalnya, membuat kerangka cerita skenario dengan empat bagian, yaitu pembukaan, bagian awal, tengah, dan akhir. Pada bagian pembukaan memaparkan sketsa singkat tokoh-tokoh cerita. Bagian awal adalah bagian pengenalan secara lebih rinci masing-masing tokoh dan titik konflik awal muncul. Bagian tengah adalah konflik yang meruncing hingga sampai klimaks. Pada bagian akhir, titik balik cerita dimulai dan konflik diselesaikan. Riantiarno 2003, sutradara sekaligus penulis naskah Teater Koma, menentukan kerangka lakon dalam tiga bagian, yaitu pembuka yang berisi pengantar cerita atau sebab awal, isi yang berisi pemaparan, konflik hingga klimaks, dan penutup yang merupakan simpulan cerita atau akibat. Menentukan protagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang membawa laku keseluruhan cerita. Dengan menentukan tokoh protagonis secara mendetil, maka tokoh lainnya mudah ditemukan. Misalnya, dalam persoalan tentang kelicikan, maka tokoh protagonis dapat diwujudkan sebagi orang yang rajin, semangat dalam bekerja, senang membantu orang lain, berkecukupan, dermawan, serta jujur. Semakin detil sifat atau karakter protagonis, maka semakin jelas pula karakter tokoh antagonis. Dengan menulis lawan dari sifat protagonis maka karakter antagonis dengan sendirinya terbentuk. Jika tokoh protagonis dan antagonis sudah ditemukan, maka tokoh lain baik yang berada di pihak protagonis atau antagonis akan mudah diciptakan. Menentukan cara penyelesaian. Mengakhiri sebuah persoalan yang dimunculkan tidaklah mudah. Dalam beberapa lakon ada cerita yang diakhiri dengan baik tetapi ada yang diakhiri secara tergesa-gesa, bahkan ada yang bingung mengakhirinya. Akhir cerita yang mengesankan selalu akan dinanti oleh penonton. Oleh karena itu tentukan akhir cerita dengan baik, logis, dan tidak tergesa-gesa. Menulis. Setelah semua hal disiapkan maka proses berikutnya adalah menulis. Mencari dan mengembangkan gagasan memang tidak mudah, tetapi lebih tidak mudah lagi memindahkan gagasan dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu, gunakan dan manfaatkan waktu sebaik mungkin. Analisis Lakon Menganalisis lakon adalah salah satu tugas utama sutradara. Lakon yang telah ditentukan harus segera dipelajari sehingga gambaran 100% lengkap cerita didapatkan. Dengan analisis yang baik, sutradara akan lebih mudah menerjemahkan kehendak pengarang dalam pertunjukan. Analisis Dasar Analisis dasar adalah telaah unsur-unsur pokok yang membentuk lakon. Dalam proses analisis ini, sutradara memepelajari seluruh isi lakon dan menangkap gambaran lengkap lakon seperti apa yang tertulis. Jadi, dalam tahap ini sutradara hanya membaca kehendak pengarang melalui lakonnya. Unsur-unsur pokok yang harus dianalisis oleh sutradara adalah senagai berikut. Pesan Lakon. Merupakan bahan komunikasi utama yang hendak disampaikan kepada penonton. Berhasil atau tidaknya sebuah pertunjukan teater diukur dari sampai tidaknya pesan lakon kepada penonton. Oleh karena itu, sutradara wajib menemukan pesan utama dari lakon yang telah ditentukan. Apa yang hendak disampaikan oleh pengarang melalui naskah lakon disebut pesan. Romeo and Juliet karya Shakespeare mengandung pesan bahwa seseorang yang telah menemukan cinta sejati tidak takut terhadap risiko apapun termasuk mati. Pesan ini ingin disampaikan oleh pengarang dengan akhir yang tragis dimana tokoh Romeo dan Juliet akhirnya mati bersama. Dinamika percintaan Romeo dan Juliet yang berakhir dengan kematian inilah yang harus ditekankan oleh sutradara kepada penonton. Konflik dan Penyelesaian. Penting mengetahui dasar persoalan konflik dalam sebuah lakon karena hal tersebut akan membawa laku aksi para tokohnya. Di bagian mana konflik itu muncul dan bagaimana aksi dan reaksi para tokohnya, pada bagian mana konflik itu memuncak, dan pada akhirnya bagaimana konflik itu diselesaikan. Semua ini akan memberi sudut pandang bagi sutradara dalam melihat, menilai, dan memahami konflik lakon. Selain itu sudut pandang pengarang dalam menyelesaikan konflik dapat menegaskan pesan yang hendak disampaikan. Karakter Tokoh. Analisis karakter tokoh sangat penting dan harus dilakukan secara mendetil agar sutradara mendapatkan gambaran watak sejelas-jelasnya. Karena tidak banyak arahan dan keterangan yang dituliskan mengenai karakter tokoh dalam sebuah lakon, maka sutradara harus menggalinya melalui kalimat-kalimat dialog. Perjalanan sebuah karakter terkadang tidak mengalami perubahan yang berarti tetapi beberapa tokoh dalam lakon biasanya protagonis dan antagonis bisa saja mengalami perubahan. Oleh karena itu analisis karakter ini harus dilakukan dengan teliti dan hati-hati sehingga setiap perubahan karakter yang dialami oleh tokoh tidak lepas dari pengamatan sutradara. Latar Cerita. Gambaran tempat kejadian, peristiwa, dan waktu kejadian harus diungkapkan dengan jelas karena hal ini berkaitan dengan tata artistik. Untuk mewujudkan keadaan peristiwa seperti dikehendaki lakon di atas panggung maka informasi yang jelas mengenai latar cerita harus didapatkan. Misalnya, gambaran tempat kejadian persitiwa adalah di sebuah gedung maka harus dijelaskan apakah terjadi di sebuah gedung megah, sederhana atau mewah. Apakah gedung tersebut merupakan gedung pertemuan, dewan kota, museum, atau gedung pertunjukan. Di gedung tersebut cerita terjadi di ruang aula, teras gedung, dapur umum, atau di salah satu ruang khusus. Arsitektur gedung itu apakah menggunakan arsitektur kolonial, gaya spanyol, atau ciri khas daerah tertentu. Intinya informasi sekecil apapun harus didapatkan. Hal ini berlaku juga untuk latar peristiwa dan waktu. Semua informasi dikumpulkan dan diseleksi untuk kemudian diwujudkan dalam pementasan. Dengan demikian penonton akan mendapatkan gambaran yang jelas latar cerita yang dimainkan. Interpretasi Setelah menganalisis lakon dan mendapatkan informasi lengkap mengenai lakon, maka sutradara perlu melakukan tafsir atau hasil analisis, sutradara memberi sentuhan dan atau penyesuaian artistik terhadap lakon yang akan dipentaskan. Proses ini bisa disebut sebagai proses asimilasi perpaduan antara gagasan sutradara dan pengarang. Seorang sutradara sebetulnya boleh tidak melakukan interpretasi terhadap lakon, artinya, ia hanya sekedar melakukan apa yang dikehendaki oleh lakon apa adanya sesuai dengan hasil analisis. Akan tetapi sangat mungkin seorang sutradara memiliki gagasan astistik tertentu yang akan ditampilkandalam pementasan setelah menganalisa sebuah lakon. Proses interpretasi biasanya menyangkut unsur latar, pesan, dan karakterisasi. Latar. Adaptasi terhadap tempat kejadian peristiwa sering dilakukan oleh sutradara. Secara teknis hal ini berkaitan dengan sumber daya yang dimiliki. Misalnya, dalam lakon mengehendaki tempat kejadian di sebuah apartemen yang mewah, tetapi karena ketersediaan sumber daya yang kurang memadahi maka bentuk penampilan apartemen mewah disesuaikan. Secara artistik, sutradara dapat menafsirkan tempat kejadian secara simbolis. Misalnya, apartemen mewah disimbolkan sebagai pusat kekuasaan maka tata panggungnya disesuaikan dengan simbolisasi tersebut. Ketika adaptasi ini dilakukan maka unsur-unsur lain pun seperti tata rias dan busana akan ikut terkait dan mengalami penyesuaian. Penyesuaian inipun berkaitan langsung dengan latar waktu dan peristiwa. Jika apartemen disimbolkan sebagai pusat kekuasaan maka peristiwa yang terjadi di dalamnya juga harus mengikuti simbolisasi ini sedangkan latar waktunya bisa ditarik ke masa lalu atau masa kini seperti yang dikehendaki oleh sutradara. Oleh karena itulah pentas teater dengan lakonlakon yang sudah berusia lama seperti Oedipus, Antigone, Romeo and Juliet masih aktual dipentaskan sekarang ini. Pesan. Hal yang paling menarik mengenai penyampaian pesan kepada penonton adalah caranya. Cara menyampaikan pesan antara sutradara satu dengan yang lain bisa berbeda meskipun lakon yang dipentaskan sama. Cara menyampaikan pesan ini menjadi titik tafsir lakon yang penting karena pesan inilah inti dari keseluruhan lakon. Untuk menekankan pesan yang dimaksud ada sutradara yang memberi penonjolan pada tata artistik, misalnya warna-warna yang digunakan di atas panggung. Ada juga sutradara yang menonjolkan laku aksi aktor di atas pentas sehingga adegan dibuat dan dikerjakan secara detil. Masing-masing cara penonjolan pesan ini mempengaruhi unsur-unsur lain dalam pementasan. Dengan demikian sutradara harus benar-benar memikirkan cara menyampaikan pesan lakon dengan mempertimbangkan unsur-unsur lakon dan sumber daya yang dimiliki. Karakterisasi. Tafsir ulang terhadap tokoh lakon paling sering dilakukan. Hal ini biasanya berkaitan dengan isu atau topik yang sedang hangat terjadi di masyarakat. Tafsir ulang tokoh tidak hanya sekedar mengubah nama dan menyesuaikan bentuk penampilan fisik, tetapi juga mental, emosi, dan keseluruhan watak tokoh. Misalnya, sebuah lakon yang tokohtokohnya memiliki latar belakang budaya Eropa hendak diadaptasi ke dalam budaya Indonesia. Banyak hal yang harus dilakukan selain mengganti nama dan penampilan fisik, yaitu cara berbicara, gaya berjalan, tata krama, pandangan hidup, takaran emosi dan cara berpikir. Semuanya memliki keterkaitan. Misalnya, dalam budaya Eropa orang bepikir secara bebas sementara orang Indonesia cenderung mempertimbangkan hal-hali lain tata krama, pranata sosial di luar hal utama yang dipikirkan. Hal ini mempengaruhi hasil pemikiran dan cara mengungkapkan hasil pikiran demikian cara pandang sutradara terhadap keseluruhan lakon pun harus diubah atau mengalami penyesuaian. Konsep Pementasan Hasil akhir dari analisis naskah adalah konsep konsep ini sutradara menjelaskan secara lengkap mengenai cara menyampaikan pesan yang berkaitan dengan pendekatan gaya pementasan dan pendekatan pemeranan serta memberikan gambaran global tata artistik. Pendekatan gaya pementasan. Seniman teater dunia telah banyak berusaha melahirkan gaya pementasan. Dewasa ini hampir tidak bisa ditemukan gaya pementasan murni yang dihasilkan seorang sutradara atau pemikir teater. Setiap kelahiran gaya baru memiliki keterkaitan atau perlawanan terhadap gaya tertentu baca bagian sejarah teater. Oleh karena itu, hal yang paling bisa adalah mendekatkan gaya pementasan dengan gaya tertentu yang sudah ada. Istilah pendekatan di sini digunakan dalam arti sutradara tidak hanya sekedar melaksanakan sebuah gaya secara wantah utuh tetapi ada pengembangan atau penyesuaian di dalamnya. Untuk itu, sutradara harus memahami gaya-gaya pementasan. Dengan demikian pendekatan yang dilakukan tidak salah sasaran. Konvensi atau aturan main sebuah pertunjukan diungkapkan dalam poin ini, misalnya, karena menggunakan pendekatan gaya presentasional, maka bahasa dialog antaraktor menggunakan bahasa yang puitis. Gerak laku aktor distilisasi atau diperindah. Aktor boleh berbicara secara langsung kepada penonton. Pendekatan pemeranan. Setelah menetapkan pendekatan gaya, maka metode pemeranan yang dilakukan perlu dituliskan. Hal ini sangat berguna bagi aktor. Metode akting berkaitan dengan pencapaian aktor standar sesuai dengan pendekatan gaya pementasannya. Misalnya, penggunaan bahasa puitis dengan sendirinya membuat aktor harus mau memahami dan melakukan latihan teknik-teknik membaca puisi agar dalam pengucapan dialog tidak seperti percakapan sehari-hari. Hal ini mempengaruhi bentuk dan gaya penampilan aktor dalam beraksi. Sutradara harus membuat metode tertentu dalam sesi latihan pemeranan untuk mencapai apa yang dinginkan. Gambaran tata artistik. Secara umum, sutradara harus menuliskan gambaran pandangan tata artistiknya. Meski tidak secara mendetil, tetapi gambaran tata artisitk berguna bagi para desainer untuk mewujudkannya dalam desain. Jika sutradara mampu, maka ia bisa memberikan gambaran tata artistik melalui sketsa. Jika tidak, maka ia cukup menuliskannya.. Memilih Pemain Menentukan pemain yang tepat tidaklah mudah. Dalam sebuah grup atau sanggar, sutradara sudah mengetahui karakter pemainpemainnya anggota. Akan tetapi, dalam sebuah grup teater sekolah yang pemainnya selalu berganti atau kelompok teater kecil yang membutuhkan banyak pemain lain sutradara harus jeli memilih sesuai kualifikasi yang dinginkan. Grup teater tradisional biasanya memilih pemain sesuai dengan penampilan fisik dengan ciri fisik tokoh lakon, misalnya dalam wayang orang atau ketoprak. Akan tetapi, dalam teater modern, memilih pemain biasanya berdasar kecapakan pemain tersebut. Fisik Penampilan fisik seorang pemain dapat dijadikan dasar menentukan tokoh. Biasanya, dalam lakon yang gambaran tokohnya sudah melekat di masyarakat, misalnya tokoh-tokoh dalam lakon pewayangan, penentuan pemain berdasar ciri fisik ini menjadi acuan utama. Ciri Wajah. Berkaitan langsung dengan penampilan mimik aktor. Meskipun kekurangan wajah bisa ditutupi dengan tata rias, tetapi ciri wajah pemain harus diusahakan semirip mungkin dengan ciri wajah tokoh dalam lakon. Hal ini dianggap dapat mampu melahirkan ekspresi wajah yang natural. Misalnya, dalam cerita Kabayan, maka pemain harus memiliki ciri wajah yang tampak tolol. Ukuran Tubuh. Dalam kasus tertentu, ukuran tubuh merupakan harga mati bagi sebuah tokoh. Misalnya, dalam wayang wong, tokoh Bagong memiliki ukuran tubuh tambun gemuk, maka pemain yang dipilih pun harus memiliki tubuh gemuk. Tidak masuk akal jika Bagong tampil dengan tubuh kurus. Tinggi Tubuh. Hal ini juga sama dengan ukuran tubuh. Tokoh Werkudara Bima harus ditokohkan oleh orang yang bertubuh tinggi besar. Sutradara akan diprotes oleh penonton jika menampilkan Bima bertubuh kurus dan pendek, karena tidak sesuai dengan karakter dan akan menyalahi laku lakon secara keseluruhan. Ciri Tertentu. Ciri fisik dapat pula dijadikan acuan untuk menentukan pemain. Misalnya, dalam ketoprak, seorang yang tinggi tapi bungkuk dianggap tepat memainkan tokoh pendeta. Seorang yang memiliki kumis, janggut, dan brewok tebal cocok diberi tokoh sebagai warok atau jagoan. Kecakapan Menentukan pemain berdasar kecapakan biasanya dilakukan melalui audisi. Meskipun dalam khasanah teater modern, sutradara dapat menilai kecakapan pemain melalui portofolio tetapi proses audisi tetap penting untuk menilai kecakapan aktor secara langsung. Tubuh. Kesiapan tubuh seorang pemain merupakan faktor utama. Tidak ada gunanya seorang aktor bermain dengan baik jika fisiknya lemah. Dalam sebuah produksi yang membutuhkan latihan rutin dan intens dalam kurun waktu yang lama ketahanan tubuh yang lemah sangatlah tidak menguntungkan. Untuk menilai kesiapan tubuh pemain, maka latihan katahanan tubuh dapat diujikan. Wicara. Kemampuan dasar wicara merupakan syarat utama yang lain. Dalam teater yang menggunakan ekspresi bahasa verbal kejelasan ucapan adalah kunci ketersampaian pesan dialog. Oleh karena itu pemain harus memiliki kemampuan wicara yang baik. Penilaian yang dapat dilakukan adalah penguasan, diksi, intonasi, dan pelafalan yang baik. Dengan memberikan teks bacaan tertentu, calon aktor dapat dinilai kemampuan dasar wicaranya. Penghayatan. Menghayati sebuah tokoh berarti mampu menerjemahkan laku aksi karakter tokoh dalam bahasa verbal dan ekspresi tubuh secara bersamaan. Untuk menilai hal ini, sutradara dapat memberikan penggalan adegan atau dialog karakter untuk diujikan. Calon aktor, harus mampu menyajikannya dengan penuh penghayatan. Untuk menguji lebih mendalam sutrdara juga dapat memberikan penggalan dialog karakter lain dengan muatan emosi yang berbeda. Kecakapan lain. Kemampuan lain selain bermain tokoh terkadang dibutuhkan. Misalnya, seorang calon aktor yang memiliki kemampuan menari, menyanyi atau bermain musik memiliki nilai lebih. Mungkin dalam sebuah produksi ia tidak memenuhi kriteria sebagai pemain utama, tetapi bisa dipilih sebagai seorang penari latar dalam adegan tertentu. Untuk itu, portofolio sangat penting bagi seorang aktor profesional. Catatan prestasi dan kemampuan yang dimiliki hendaknya ditulis dalam portofolio sehingga bisa menjadi pertimbangan sutradara. Menentukan Bentuk dan Gaya Pementasan Bentuk dan gaya pementasan membingkai keseluruhan penampilan pementasan. Penting bagi sutradara untuk menentukan dengan tepat bentuk dan gaya pementasan. Bentuk dan gaya yang dipilih secara serampangan akan mempengaruhi kualitas penampilan. Kehatihatian dalam memilih bentuk dan gaya bukan saja karena tingkat kesulitan tertentu, tetapi latar belakang pengetahuan dan kemampuan sutradara sangat menentukan. Di bawah ini akan dibahas bentuk dan gaya pementasan menurut penuturan cerita, bentuk penyajian, dan gaya penyajian. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan serta membutuhkan kecakapan sutradara dalam bidang tertentu untuk melaksanakannya. Menurut Penuturan Cerita Ada dua jenis pertunjukan teater menurut penuturan ceritanya, yaitu berdasar naskah lakon dan improvisasi. Teater tradisional biasanya memilih imporivisasi karena semua pemain telah memahami dengan baik cerita yang akan dilakonkan dan karakter tokoh yang akan ditokohkan. Sebaliknya, teater modern menggunakan naskah lakon sebagai sumber penuturan. Meskipun beberapa kelompok teater modern tertentu memperbolehkan improvisasi biasanya lakon komedi situasi tetapi sumber utama dialognya diambil dari naskah lakon. Berdasar Naskah Lakon Mementaskan teater berdasarkan naskah lakon menjadi ciri umum teater modern. Hal ini memiliki kelebihan tersendiri, di antaranya adalah sebagai berikut. Durasi waktu dapat ditentukan dengan pasti. Karena dialog tokoh sudah ditentukan dan tidak boleh ditambah atau dikurangi maka durasi pementasan dapat ditentukan. Dari serangkaian latihan yang dikerjakan secara rutin dan kontinyu ditambah dengan unsur artistik dan teknis maka lamanya pertunjukan teater berdasar naskah dapat ditetapkan. Bahkan dalam produksi teater profesional yang semuanya dirancang dengan baik, lamanya adegan, perpindahan antaradegan, dan tanda keluar-masuk ilustrasi musik atau pencahayaan ditentukan waktunya sehingga setiap detik sangat berharga dan menentukan berhasil tidaknya pertunjukan tersebut. Arahan dialog sudah ada. Sutradara tidak perlu menambah atau mengurangi dialog yang sudah tertulis dalam lakon kecuali punya keinginan mengadaptasinya. Tugas aktor adalah menghapalkan dialog tersebut dan mengucapkannya dalam pementasan. Dalam lakon terkadang arahan emosi berkaitan dengan dialog juga dituliskan sehingga sutrdara lebih mudah dalam memantau emosi tokoh yang ditokohkan aktor. Arahan laku permainan dapat ditemukan dalam mempelajari naskah, arahan laku permainan dari awal sampai akhir dapat ditemukan. Dengan demikian, sutradara mudah dalam membuat perencanaan blocking. Konflik dan penyelesaian tidak bekembang. Karena tidak ada impovisasi, maka konflik dan penyelesaian lakon pasti. Fokus permasalahan telah ditentukan. Sutradara menjadi mudah menentukan penekanan permasalahan lakon. Pengembangan yang dilakukan hanyalah persoalan sudut pandang. Gambaran bentuk latar kejadian dapat ditemukan dalam naskah. Lakon telah menyediakan gambaran lengkap laku perisitiwa melalui dialog tokoh-tokohnya. Gambaran ini sangat penting bagi sutradara untuk mewujudkannya di atas pentas. Kalaupun hendak melakukan adaptasi atau penyesuaian, sutradara telah mendapatkan gambarannya. Di samping kelebihan tersebut di atas, pementasan teater berdasar naskah lakon juga memiliki kekurangan dan problem tersendiri. Jika sumber daya yang dimiliki tidak sesuai dengan kehendak lakon harus dilakukan adaptasi. Hal ini perlu dilakukan. Jika memaksakan kehendak harus sesuai dengan gagasan lakon, maka kerja sutradara akan semakin keras. Tergantung dari kekurangan sumber daya yang dimiliki. Jika sumber daya manusia aktor yang kurang, maka sutradara memerlukan waktu ekstra untuk membimbing para aktornya. Jika sumber dana yang kurang maka tim poruduksi harus berusaha keras untuk memenuhi tuntutan tersebut. Jika hendak menyesuaikan dengan ketersediaan sumber daya, maka adaptasi lakon harus dilakukan. Sutradara perlu meluangkan waktu untuk melakukannya. Kreativitas aktor terbatas. Dengan ditentukannya arah laku maka kreativitas aktor di atas panggung menjadi terbatas. Meskipun secara artistik tidak masalah, tetapi karya teater menjadi karya sutradara. Aktor tidak memiliki kebebasan penuh selain menerjemahkan konsep artistik sutradara. Tidak memungkinkan pengembangan cerita. Cerita yang telah dituliskan oleh pengarang harus ditaati. Setuju atau tidak setuju terhadap cerita, konflik, dan penyelesaian konflik, sutradara harus mengikutinya. Jika sutradara hendak mengembangkan cerita, konflik dan mengubah cara penyelesaian, ia harus mendapatkan ijin dari penulis naskah lakon. Jika ia tetap melakukannya, maka sutradara telah melanggar kode etik dan hak karya artistik. Jika naskah lakon tersebut telah dipublikasikan dalam bentuk buku dan memiliki hak cipta maka sutradara bisa dituntut di muka hukum. Improvisasi Mementaskan teater secara improvisasi memiliki keunikan tersendiri. Sutradara hanya menyediakan gambaran cerita selanjutnya aktor yang mengembangkannya dalam permainan. Beberapa kelebihan pentas teater improvisasi adalah Kreativitas sutradara dan aktor dapat dikembangkan seoptimal mungkin. Sutradara dapat mengembangkan cerita dengan bebas dan aktor dapat mengembangkan kemungkinan gayapermainan dengan bebas pula. Dalam proses latihan terkadang sutradara mendapat inspirasi dari laku aksi pemain demikian pula sebaliknya. Dengan berkembangnya cerita maka aktor mendapatkan arahan laku lain yang bisa dicobakan. Arahan laku terbuka. Oleh karena tidak ada petunjuk arah laku yang jelas, maka aktor dapat mengembangkannya. Terkadang hal ini dapat menimbulkan efek artistik yang alami dan menarik. Konflik dan sudut pandang penyelesaian bisa dikembangkan. Sifat teater improvisasi yang terbuka memungkinkan pengembangan konflik dan penyelesaian. Dalam teater tradisional, mereka biasanya menerima pesan tertentu dari penyelenggara. Pesan ini dengan luwes dapat diselipkan dalam lakon. Terkadang untuk menyampaikan pesan titipan tersebut konflik minor baru dimunculkan. Setelah konflik ini diselesaikan dengan cara yang khas dan lucu maka cerita kembali ke konflik semula. Memungkinkan percampuran bentuk gaya. Dalam teater improvisasi gaya pementasan juga terbuka. Misalnya, dalam pertunjukan ketoprak sebuah adegan dilakukan mengikuti kaidah gaya presentasional adegan Istana, tetapi di adegan lain menggunakan gaya realis adegan dagelan. Pencampuran gaya ini dimaksudkan untuk memenuhi selera penonton. Cerita bisa disesuaikan dengan sumber daya yang dimiliki. Salah satu kelebihan utama teater improvisasi adalah cerita dan pemeran dapat dibuat berdasarkan sumber daya yang dimiliki. Jika banyak pemain yang bisa melucu maka cerita komedi akan efektif, tetapi jika jumlah pemain yang memiliki kemampuan laga banyak, maka cerita penuh aksi dapat dijadikan pilihan. Kemampuan sumber daya ini bisa dijadikan strategi untuk membuat pertunjukan menarik dan memiliki ciri khas tertentu. Di balik semua kelebihan di atas, teater improvisasi juga memiliki kekurangan yang patut diperhatikan oleh sutradara. Durasi waktu tidak tertentu. Oleh karena cerita bisa dikembangkan, maka durasi pementasan bisa tergantung dari improvisasi aktor di atas pentas. Sutradara bisa memotong sebuah adegan yang berjalan cukup lama dengan membunyikan tanda agar musik dimainkan dan adegan segera diselesaikan. Kekurangan dari pemotongan adegan ini adalah jika inti dialog persoalan belum sempat terucapkan maka inti dialog harus diucapkan pada adegan berikutnya. Improvisasi dialog tidak berimbang. Dalam sebuah grup teater, kemampuan setiap aktor pasti tidak sama. Oleh karena itu, jika sutradara tidak jeli memahami hal ini, bisa jadi ia memasangkan aktor yang memilliki kemampuan tak berimbang dalam improvisasi. Akibatnya, dalam adegan tersebut aktor yang satu terlalu aktif dan yang lain pasif. Jika hal ini terjadi cukup lama, maka akan membosankan. Kualitas dialog tidak dapat distandarkan. Karena tidak ada arahan dialog yang baku, maka kualitas dialog tidak bisa distandarkan. Bagi aktor yang memiliki kemampuan sastra memadai tidak jadi masalah, tetapi bagi aktor yang kualitas sastranya pas-pasan hal ini menjadi masalah besar. Untuk itu, meskipun improvisasi, latihan adegan tetap harus sering dilakukan. Kemungkinan aktor melakukan kesalahan lebih besar. Sifat akting adalah aksi dan reaksi. Jika seorang aktor beraksi, maka aktor lawan mainnya harus bereaksi. Karena arahan laku yang terbuka maka reaksi ucapan sering dilakukan spontan dan belum tentu benar. Di samping itu, kesalahan ucap atau penyampaian informasi tertentu bisa saja salah karena memang tidak dicatat dan hanya diingat garis besarnya saja. Sutradara tidak bisa sepenuhnya mengendalikan jalannya pementasan. Jika pementasan sudah berjalan, maka panggung sepenuhnya adalah milik aktor. Sutradara tidak bisa lagi mengendalikan jalannya pertunjukan. Aktor mengambil tokoh penuh. Karena sifatnya yang serba terbuka, aktor bisa mengembangkan cerita dan gaya permainan di atas pentas dan sutradara tidak bisa lagi mengarahkan secara langung. Jika dalam teater berbasis naskah, lakon sebagai pengendali cerita maka dalam teater imrpovisasi aktor harus mampu mengendalikan jalannya cerita. Menurut Bentuk Penyajian Banyaknya pilihan bentuk penyajian pementasan teater membuat sutradara harus jeli dalam menentukannya. Jika tidak, sutradara akan kerepotan sendiri. Oleh karena setiap bentuk penyajian memiliki kekhasan dan membutuhkan prasyarat tertentu yang harus dipenuhi, maka sutradara wajib mempelajari dan memahami langkah-langkah dalam melaksanakannya. Teater Gerak Teater gerak lebih banyak membutuhkan ekspresi gerak tubuh dan mimik muka daripada wicara. Pesan yang tidak disampaikan secara verbal membutuhkan keahlian tersendiri untuk mengelolanya. Di bawah ini beberapa langkah yang bisa diambil oleh sutradara dalam menggarap teater gerak Sutradara mampu mengeksplorasi dan menciptakan gerak. Simbol dan makna yang disampaikan melalui gerak harus dikerjakan dengan teliti. Jika tidak, maka maknanya akan kabur. Sutrdara harus mampu mengeksplorasi dan menciptakan gerak sesuai dengan makna pesan yang hendak disampaikan. Memahami komposisi dan koreografi. Karena bekerja dengan gerak, maka teori komposisi dan koreografi dasar wajib dimiliki oleh sutradara. Penataan gerak tidak bisa dikerjakan dengan serampangan, harus mempertimbangkan makna pesan, suasana, dan terutama musik ilustrasinya. Untuk mendukung rangkaian gerak yang telah diciptakan, pengaturan pemain perlu dilakukan. Meskipun rangkaian gerak yang dihasilkan sangat indah, tetapi jika komposisi tata letak pemainnya tidak berubah akan melahirkan kejenuhan. Mewujudkan bahasa dalam simbol gerak. Mengubah bahasa dalam simbol gerak tidaklah mudah. Apalagi jika sudah menyangkut makna. Oleh karena itu, sutradara harus bisa mewujudkan bahasa verbal dalam simbol gerak. Mewujudkan ekspresi melalui mimik para aktor. Ekspresi emosi atau karakter tokoh harus bisa diwujudkan melalui mimik para aktor. Oleh karena keterbatasan bahasa verbal dalam pertunjukan teater gerak, maka ekspresi mimik menjadi sangat penting. Mengerti musik ilustrasi. Meskipun tidak bisa memainkan musik, sutradara teater gerak harus mengerti kaidah musik ilustrasi. Kapan musik mengikuti gerak pemain, kapan pemain harus menyesuaikan dengan alunan musik, kapan musik hadir sebagai latar suasana, dan perbedaannya harus dimengerti oleh sutradara. Jika pemain dalam jumlah banyak, maka pengaturan blocking harus lebih teliti. Jumlah pemain yang banyak menimbulkan persoalan tersendiri, terutama menyangkut komposisi. Jika tidak pintar mengelola, maka banyaknya jumlah pemain justru akan memenuhi panggung dan membuat suasana menjadi sesak. Menempatkan pemain dalam posisi dan gerak yang tepat akan membuat pertunjukan semakin menarik. Jika jumlah pemain banyak dan harus bergerak secara serempak, maka dianjurkan untuk mengkreasi gerak sederhana yang mudah dilakukan. Jika gerak terlalu sulit, maka irama rampak gerak yang diharapkan bisa kacau. Jika pemain sedikit maka motif gerak harus lebih variatif. Jumlah pemain bisa disiasati dengan menambah perbendaharaan gerak. Motif gerak yang kaya akan membuat tampilan menjadi variatif dan menyegarkan. Teater Boneka Teater boneka memiliki karakter yang khas tergantung jenis boneka yang dimainkan. Kewajiban sutradara tidak hanya mengatur pemain manusia, tetapi juga mengatur permainan boneka. Di bawah ini beberapa langkah yang bisa dikerjakan oleh sutradara yang hendak mementaskan teater boneka. Mampu memainkan boneka dengan baik. Banyak jenis boneka dan masing-masing membutuhkan teknik khusus dalam memperagakannya. Boneka dua dimensi seperti wayang kulit memiliki teknik memainkan berbeda dengan boneka tiga dimensi seperti wayang golek. Boneka wayang golek memiliki teknik permainan yang berbeda dengan boneka marionette yang dimainkan dengan tali. Sutradara harus bisa memainkan boneka tersebut. Mampu mengisi suara sesuai dengan karakter boneka. Mengisi suara sesuai karakter boneka menjadi prasyarat utama. Karakter suara harus bisa tampil secara konsisten dari awal hingga akhir pertunjukan. Biasanya seorang pemain boneka bisa membuat beberapa karakter suara yang berbeda. Mampu menghidupkan ekspresi boneka yang dimainkan. Memainkan boneka bisa saja dipelajari, tetapi memberikan ekspresi hidup adalah hal yang lain. Ekspresi selalu menyangkut penghayatan dan konsentrasi. Karena tokoh diperagakan oleh boneka, maka karakter boneka harus benarbenar melekat sehingga pengendali boneka seolah-olah bisa memberikan nafas hidup di dalamnya. Boneka yang dimainkan dengan hidup akan menarik dan tampak nyata. Jika pemain boneka banyak maka harus mampu mengatur adegan agar pergerakan boneka tidak saling mengganggu. Jika lakon yang dimainkan membutuhkan banyak tokoh, maka pengaturan adegan harus dikerjakan dengan teliti. Tempat pertunjukan teater boneka yang terbatas harus disesuaikan dengan jumlah boneka yang tampil. Selain itu, seorang pengendali biasanya hanya bisa mengendalikan maksimal dua boneka, maka penampilan boneka yang terlalu banyak juga akan merepotkan para pengendalinya. Jika pemain sedikit harus memiliki kemampuan mengisi suara dengan karakter yang berbeda. Jumlah pengendali boneka yang sedikit tidak masalah asal setiap orang mampu menciptakan beberapa karakter suara. Yang terpenting dan perlu dicatat adalah setiap boneka mempunyai karakter suaranya sendiri. Mampu membangun kerjasama antarpemain boneka. Dalam teater boneka kerjasama antarpemain tidak hanya menyangkut emosi, tetapi juga menyangkut hal-hal teknis. Keluar masuknya boneka di atas pentas berkaitan langsung dengan pengendali bonekanya. Oleh karena itu, pengaturan adegan boneka disesuaikan dengan kemampuan pengendali. Jika tidak ada kerjasama yang baik antarpemain pengendali boneka, maka pergantian adegan bisa semrawut sehingga para pemain kewalahan. Teater Dramatik Mementaskan teater dramatik membutuhkan kerja keras sutradara terutama terkait dengan akting pemeran. Oleh karena tuntutan pertunjukan teater dramatik yang mensyaratkan laku aksi seperti kisah nyata, maka sutradara harus benar-benar jeli dalam menilai setiap aksi para aktor. Demikian juga dengan suasana kejadian, semua harus tampak natural, tidak dibuat-buat. Beberapa langkah yang dapat dikerjakan oleh sutradara dalam menggarap teater dramatik adalah sebagai berikut. Memahami tensi dramatik dinamika lakon. Laku lakon dari awal sampai akhir mengalami dinamika atau ketegangan yang turun naik. Sutradara harus memahami bobot tegangan tensi dramatik dalam setiap adegan yang ada pada lakon. Jika pada bagian awal konflik tegangan terlalu tinggi, maka aktor akan kesulitan meninggikan tegangan pada saat klimaks. Hasil akhirnya adalah anti klimaks di mana pada adegan yang seharusnya memiliki tensi tinggi justru melemah karena energi para aktornya telah habis. Untuk menghindari hal tersebut sutradara harus benar-benar teliti dalam mengukur tegangan dramatik adegan per adegan dalam lakon. Jika dianalogikan dengan nilai 1 sampai dengan 10, maka sutradara harus menetapkan tegangan optimal dan minimal. Angka tertinggi dari deret tegangan yang harus dicapai oleh aktor adalah 8 atau 9, sehingga ketika dalam adegan tertentu membutuhkan tegangan yang lebih aktor masih bisa mengejarnya. Intinya, bijaksanalah dalam menentukan tegangan dramatik adegan dan buatlah klimaks yang mengesankan dan penyelesaian yang dramatis. Memahami sisi kejiwaan karakter tokoh. Hal yang paling sulit dilakukan oleh sutradara adalah membongkar kejiwaan karakter tokoh dan mewujudkannya dalam laku aktor di ataspentas. Sisi kejiwaan yang menyangkut perasaan karakter tokoh harus dapat ditampilkan senatural mungkin sehingga penonton menganggap hal itu benar-benar nyata terjadi. Di sinilah letak kesulitannya, aktor diharuskan berakting tetapi seolah-olah ia tidak berakting melainkan melakukan kenyataan hidup. Jika sutradara tidak memahami kejiwaan karakter tokoh dengan baik maka penilaiannya terhadap kualitas penghayatan aktor pun kurang baik. Jika demikian, maka efek dramatik yang diharapkan dari aksi aktor menjadi gagal. Mampu meningkatkan kualitas pemeranan aktor untuk menghayati tokoh secara optimal. Berkaitan dengan karakter tokoh, sutradara harus dapat menentukan metode yang tepat agar para aktornya dapat memahami, menghayati dan memerankan karakter dengan baik. Banyak sutradara yang mengadakan semacam pemusatan latihan dalam kurun waktu yang cukup lama dengan tujuan agar para aktornya berada dalam suasana lakon yang akan dipentaskan. Mampu menghadirkan laku cerita seperti sebuah kenyataan hidup. Langkah pamungkas yang dapat dijadikan patokan adalah menghadirkan pentas seperti sebuah kenyataan hidup. Membuat penonton terkesima dengan pertunjukan tidaklah mudah. Dalam teater dramatik, jika melakonkan cerita yang sedih ukuran keberhasilannya adalah membuat penonton ikut terhanyut sedih. Demikian pula dengan cerita suka-ria, maka penonton harus dibawa dalam suasana yang suka-ria. Untuk mencapai hasil maksimal maka kejelian sutradara dalam mengamati dan menangani keseluruhan unsur pertunjukan sangat dibutuhkan. Kejanggalan-kejanggalan kecil yang dirasa kurang masuk akal oleh penonton akan mengurangi kualitas dramatika lakon yang dihadirkan. Teater dramatik adalah teater yang mencoba meniru peristiwa kehidupan secara total dan sempurna. Jadi, hindarilah kesalahan atau hal yang tidak lumrah dan berada di luar jangkauan nalar penonton. Drama Musikal Kemampuan multi harus dimiliki oleh seorang sutradara jika hendak mementaskan drama musikal. Bahasa ungkap yang beragam antara bahasa verbal, lagu, gerak, dan musikal harus dirangkai secara harmonis untuk mencapai hasil maksimal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sutradara dalam drama musikal adalah sebagai berikut. Mengerti karya musik dramatik. Sutradara tidak harus bisa memainkan musik, tetapi memahami karya musik merupakan keharusan dalam drama musikal. Tokohan musik sangat doniman dalam drama musikal bahkan musik bisa hadir secara mandiri untuk menceritakan sesuatu. Artinya, musik itu sendiri sudah bercerita sehingga pemain atau penari yang berada di atas panggung hanyalah pelengkap gambaran peristiwa. Pada adegan lain, tokoh musik bisa menjadi pengiring lagu yang bercerita, pengiring gerak, dan ilustrasi suasana kejadian. Kepiawaian sutradara dalam menentukan kegunaan karya musik yang satu dengan yang lain benarbenar dibutuhkan. Jika karya drama musikal tersebut berawal dari karya musik murni musik yang bercerita seperti The Cats karya Andrew Lloyd Webber, maka sutradara harus benar-benar piawai dalam mengolah visualisasinya di atas pentas. Mengerti lagu dan nyanyian. Tokohan dialog verbal yang digubah dalam bentuk lagu dan diucapkan melalui nyanyian adalah satu hal yang membutuhkan perhatian tersendiri. Ketepatan nada dalam nyanyian serta ekspresi wajah ketika menyanyi juga tidak boleh luput dari pengamatan. Banyak penyanyi yang memiliki suara baik tetapi ekspresinya datar, demikian pula sebaliknya. Sutradara harus mampu memecahkan masalah dasar tersebut. Lagu dan nyanyian harus bisa ditampilkan secara baik dan harmonis. Mampu membuat gerak dan ekspresi berdasar karya musik. Pada adegan dimana musik bercerita secara mandiri maka sutradara harus mampu memvisualisasikan cerita tersebut di atas pentas. Memilih pelaku yang tepat dan membuat komposisi atau koreografi berdasar karya musik yang ada. Ekspresi cerita melalui nada-nada musik harus benar-benar bisa divisualisasikan dengan tepat. Mampu membuat gerak, komposisi, dan koreografi. Dalam satu adegan saat cerita diungkapkan melalui gerak, maka sutradara harus mampu menciptkan koreografinya. Dalam hal ini musik bertindak sebagai pengiring. Makna cerita sepenuhnya dituangkan dalam wujud gerak. Dituntut kepiawaian sutradara dalam memilih dan merangkai motif gerak. Meskipun sutradara bekerja dengan seorang koreografer, tetapi makna dan atau simbolisasi cerita harus benar-benar bisa diwujudkan dalam gerak tarian yang dilakukan. Koreografer bisa saja mencipta gerak, tetapi pada akhirnya sutradara yang memutuskan. Blocking Sutradara diwajibkan memahami cara mengatur pemain di atas pentas. Bukan hanya akting tetapi juga blocking. Secara mendasar blocking adalah gerakan fisik atau proses penataan pembentukan sikap tubuh seluruh aktor di atas panggung. Blocking dapat diartikan sebagai aturan berpindah tempat dari titik area satu ke titik area yang lainnya bagi aktor di atas panggung. Untuk mendapatkan hasil yang baik, maka perlu diperhatikan agar blocking yang dibuat tidak terlalu rumit, sehingga lalulintas aktor di atas panggung berjalan dengan lancar. Jika blocking dibuat terlalu rumit, maka perpindahan dari satu aksi menuju aksi yang lain menjadi kabur. Yang terpenting dalam hal ini adalah fokus atau penekanan bagian yang akan ditampilkan. Fungsi blocking secara mendasar adalah sebagai berikut. Menerjemahkan naskah lakon ke dalam sikap tubuh aktor sehingga penonton dapat melihat dan mengerti. Memberikan pondasi yang praktis bagi aktor untuk membangun karakter dalam pertunjukan. Menciptakan lukisan panggung yang baik. Dengan blocking yang tepat, kalimat yang diucapkan oleh aktor menjadi lebih mudah dipahami oleh penonton. Di samping itu, blocking dapat mempertegas isi kalimat tersebut. Jika blocking dikerjakan dengan baik, maka karakter tokoh yang dimainkan oleh para aktor akan tampak lebih hidup. Pembagian Area Panggung UR UC UL RC C LC DR DC DL Gambar Pembagian sembilan area panggung UR = Atas Kanan, UC = Atas Tengah, UL = Atas Kiri, RC = Tengah Kanan, C = Tengah, LC = Tengah Kiri, DR = Bawah Kanan, DC = Bawah Tengah, DL = Bawah Kiri Untuk membuat atau merencanakan blocking bagi para pemain, perlu diketahui terlebih dahulu pembagian area panggung. Panggung pertunjukan secara kompleks dibagi dalam lima belas area, yaitu tengah, tengah kanan, tengah kiri, kanan, kiri, bawah tengah, bawah kanan tengah, bawah kiri tengah, bawah kanan, bawah kiri, atas tengah, atas kanan tengah, atas kiri tengah, atas kanan, dan atas kiri. Pembagian panggung dalam lima belas area ini biasanya digunakan untuk panggung yang berukuran besar. Letak kanan dan kiri atau atas dan bawah ditentukan berdasar pada arah hadap aktor ke penonton. Kanan adalah kanan pemain dan bukan kanan penonton dan kiri adalah kiri pemain. Atas adalah jarak terjauh dari penonton, sedangkan bawah adalah jarak terdekat dengan penonton, sedangkan kanan adalah posisi kanan arah hadap aktor atau sisi kiri penonton. Secara sederhana dan umum panggung dibagi sembilan area, yaitu tengah, tengah kanan, tengah kiri, bawah tengah, bawah kanan, bawah kiri, atas tengah, atas kanan, dan atas kiri. Panggung yang tidak terlalu luas jika dibagi menjadi lima belas area, maka luas masing-masing area akan terlalu sempit sehingga tidak memungkinkan sebuah pergerakan yang leluasa baik untuk pemain maupun perabot. Pembagian sembilan area juga memudahkan sutradara dalam memberikan arah gerak kepada para aktornya. Komposisi Komposisi dapat diartikan sebagai pengaturan atau penyusunan pemain di atas pentas. Sekilas komposisi mirip dengan blocking. Bedanya, blocking memiliki arti yang lebih luas karena setiap gerak, arah laku, perpindahan pemain serta perubahan posisi pemain dapat disebut blocking. Sedangkan komposisi, lebih mengatur posisi, pose, dan tinggirendah pemain dalam keadaan diam statis. Pengaturan posisi pemain seperti ini dilakukan agar semua pemain di atas pentas dapat dilihat dengan jelas oleh penonton. Ada dua ragam komposisi pemain, yaitu komposisi simetris dan komposisi asimetris yang ditata dengan mempertimbangkan keseimbangan. Simetris Komposisi simetris adalah komposisi yang membagi pemain dalam dua bagian dan menempatkan bagian-bagian tersebut dalam posisi yang benar-benar sama dan seimbang. Jika digambarkan komposisi ini mirip cermin. Bagian yang satu merupakan cerminan bagian yang lain. Di bawah ini adalah contoh komposisi simetris. Asimetris Komposisi asimetris tidak membagi pemain dalam dua bagian yang sama persis, tetapi membagi pemain dalam dua bagian atau lebih dengan tujuan memberi penonjolan penekanan bagian tertentu. Keseimbangan Dalam menata komposisi pemain di atas pentas hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah keseimbangan. Keseimbangan adalah pengaturan atau pengelompokan aktor di atas pentas yang ditata sedemikian rupa sehingga tidak menghasilkan ketimpangan. Hal ini diperlukan untuk memenuhi ruang dan menghindari komposisi aktor yang berat sebelah. Jika salah satu ruang dibiarkan kosong sementara ruang yang lain terisi penuh, maka hal ini akan menimbulkan pemandangan yang kurang menarik dan jika hal ini berlangsung lama, maka penonton akan menjadi jenuh. Fokus Dalam mengatur blocking, hal yang paling utama untuk diperhatikan sutradara adalah perhatian penonton. Setiap aktivitas, karakter, perubahan ekspresi dan aksi di atas pentas harus dapat ditangkap mata penonton dengan jelas. Oleh karena itu, pengaturan blocking harus mempertimbangkan pusat perhatian fokus penonton. Hal ini dapat dikerjakan dengan menempatkan pemain dalam posisi dan situasi tertentu sehingga ia lebih menonjol atau lebih kuat dari yang lainnya. Prinsip Dasar Pada dasarnya fokus adalah membuat pemain menjadi terlihat jelas oleh mata penonton. Oleh karena itu, prinsip-prinsip dasar di bawah ini dapat digunakan sebagai petunjuk dalam menempatkan posisi dan mengatur pose pemain. Kurangilah menempatkan pemain dalam posisi menghadap lurus ke arah penonton atau menyamping penuh. Usahakan pemain menghadap diagonal kurang lebih 45 derajat ke arah penonton. Menghadap lurus ke arah penonton akan memberikan efek datar dan kurang memberikan dimensi kepada pemain, sedangkan menyamping penuh akan menyembunyikan bagian tubuh yang lain. Dengan menghadap secara diagonal, maka dimensi dan keutuhan tubuh pemain akan dilihat dengan jelas oleh mata penonton. Jika pemain hendak melangkah, maka awali dan akhiri langkah tersebut dengan kaki panggung atas yang jauh dari mata penonton. Jika melangkah dengan kaki panggung bawah yang dekat dari mata penonton, maka kaki yang jauh akan tertutup dan wajah pemain secara otomatis akan menjauh dari mata penonton. Hal ini menjadikan gerak pemain kurang terlihat dengan jelas. Gunakan lengan atau tangan panggung atas yang jauh dari mata penonton untuk menunjuk ke arah panggung atas dan gunakan lengan atau tangan panggung bawah yang dekat dengan mata penonton untuk menunjuk ke panggung bawah. Jika yang dilakukan sebaliknya, maka gerakan lengan dan tangan akan menutupi bagian tubuh lain. Jangan pernah memegang benda atau piranti tangan di depan wajah ketika sedang berbicara, karena hal ini akan menutupi suara dan pandangan penonton. Jika tangan yang digunakan adalah tangan yang tidak menganggu pandangan penonton, maka gerak laku aktor dalam menggunakan telepon akan kelihatan. Hal ini mempertegas laku aksi yang sedang dikerjakan. Usahakan agar para aktor saling menatap berkontak mata pada saat mengawali dan mengakhiri dialog percakapan. Selebihnya, usahakan untuk berbicara kepada penonton atau kepada aktor lain yang berada di atas panggung. Membagi arah pandangan ini sangat penting untuk menegaskan dan memberi kejelasan ekspresi karakter kepada penonton.

1 Arti Teater (asal kata) Teater adalah istilah lain dari drama, tetapi dalam pengertian yang lebih luas, teater adalah proses pemilihan teks atau naskah (kalau ada) , penafiran, penggarapan, penyajian atau pementasan dan proses pemahaman atau penikmatan dari public atau audience (bisa pembaca, pendengar, penonton, pengamat, kritikus atau peneliti).

Apa yang anda lihat dan rasakan ketika menonton sepak bola? Sebagai penonton, perasaan anda jelas berbeda dengan apa yang dilihat dan dirasa oleh si pemain yang timnya menang atau malah si pemain yang timnya kalah. Akibat dari kejadian itupun akan berbeda bagi anda, si pemain yang menang, dan si pemain yang kalah. Oleh sebab itu sudut pandang adalah krusial dalam mempengaruhi penyajian cerita dan alurnya. Sudut pandang point of view sendiri memiliki pengertian sebagai cara penulis menempatkan dirinya di dalam cerita. Secara mudah, sudut pandang adalah teknik yang dipilih penulis untuk menyampaikan ceritanya. Sudut Pandang point of view adalah elemen yang tidak bisa ditinggalkan dalam membangun cerita pendek. Sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan dirinya terhadap cerita, dari sudut mana pengarang memandang ceritanya. Sudut pandangan tokoh ini merupakan visi pengarang yang dijelmakan ke dalam pandangan tokoh-tokoh bercerita. Jadi sudut pandangan ini sangat erat dengan teknik bercerita. Sudut Pandang adalah salah satu unsur fiksi yang menjadi kunci kesuksesan cerita. Sebelum kita menulis cerita, harus memutuskan untuk memilih dan menggunakan sudut pandang tertentu di dalam cerita yang akan kita buat. Kita harus sudah bisa mengambil sikap naratif, antara mengemukakan cerita dengan dikisahkan oleh seorang tokohnya, atau oleh seorang narator yang diluar cerita itu sendiri. Jenis Sudut Pandang Dalam Cerita Sudut pandang umumnya dibagi kedalam empat jenis diantaranya sebagai berikut ini Sudut Pandang Orang Pertama Tunggal Penulis sebagai pelaku sekaligus narator yang menggunakan kata ganti “aku’. A. “Aku” sebagai tokoh utama. Penulis adalah “aku ”sebagai tokoh utama cerita dan mengisahkan dirinya sendiri, tindakan, dan kejadian disekitarnya. Pembaca akan menerima cerita sesuai dengan yang dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan “aku” sebagai narator sekaligus pusat cerita. Contoh Seorang lelaki tua memanggilku sepuluh menit lalu di ruang pribadinya di lantai paling atas pada gedung megah biru dunker, inti kampusku. Dia duduk pongah di kursi busa berukir khas jepara dibalik meja. Senyumnya mahal, semahal kursi itu. Kucoba duduk santai dihadapnya, sambil melirik buku yang tadi dibantingnya. Gagasan, itu tulisan di sudut kanan atas sampul depan. Mendesah sebelum kualirkan mata ke tanda pengenal meja disebelah buku itu, tulisan cerlang bereja Rektor pongah menatapku. Kulengoskan kepala keluar jendela, sementara mulutnya terus mengumpat. Soal buku itu, tentu juga soal aku. Rektor Itu Ayahmu, Sayang? – Ardyan Amroellah Catatan Tokoh “aku” tak mungkin mengungkapkan perasaan atau pikiran tokoh lain kecuali dengan perkiraan. Penulis harus memahami tokoh “aku” sesuai karakternya. Misalnya soal bahasa, perlu dilihat apakah “aku” adalah orang tua atau anak muda. Itu akan mempengaruhi gaya bahasa yang diucapkan. Mengenali dengan baik karakter “aku” adalah keharusan.. B. “Aku” sebagai tokoh bukan utama. Penulis adalah “aku ” dalam cerita tapi bukan tokoh utama. Keberadaan “aku” hanya sebagai saksi/kawan tokoh utama. “Aku” adalah narator yang menceritakan kisah yang dialami tokoh lain yang menjadi tokoh utama. Contoh Aku sudah mengetahui wajahnya sejak lama, sejak sekitar dua tahun lalu. Seminggu sekali dia datang ke salon itu, selalu. Aku kerap tertawa saat ingat kali pertama aku melihatnya. Lusuh, kusam, dekil, sama sekali tak berwarna. Tapi aku tahu, dia bak mutiara jatuh dalam kotoran dan ketakberuntungan. Tinggal membasuhnya saja sebelum moncernya kembali. Dan rupanya dia tahu bagaimana cara memelihara diri. Terbukti, tak ada tanda kekusaman yang muncul. Aih, aku jadi iri. Mimpimu Apa? – Ardyan Amroellah Catatan Teknik ini hampir mirip dengan Sudut Pandang Orang Ketiga. Hanya saja narator ikut terlibat sebagai tokoh. “Aku” hanya mengomentari apa yang dilihat dan didengar saja. “Aku” bisa mengungkap apa yang dirasakan atau dipikirkan tokoh utama, tapi hanya berupa dugaan dan kemungkinan berdasar apa yang “aku” amati dari tokoh utama. Sudut Pandang Orang Pertama Jamak Ini mirip dengan Sudut Pandang Orang Pertama Tunggal, hanya saja menggunakan kata ganti “kami”. Narator menjadi seseorang dalam cerita yang bicara mewakili beberapa orang atau sekelompok orang. Contoh Siang itu kami berkerumun di teras masjid, membahas isu hangat yang merebak di pondok. Secara beruntun, barang-barang kami hilang. Mi instan, uang, buku, hingga celana dalam. Hal terakhir itu sangat keterlaluan. Ajaibnya, kami berempat sama. Celana dalam kami habis. Percayalah, hanya sarung yang kami pakai saat ini. Ronaldo Dari Brazil – Anin Mashud Sudut Pandang Orang Kedua Penulis adalah narator yang sedang berbicara kepada kata ganti “kamu” dan menggambarkan apa yang dilakukan “kamu” atau “kau” atau “anda”. Contoh Ini hari pertamamu masuk kerja. Harus sempurna! Maka jadi sejak tiga sejam lalu, kau sibuk bolak-balik di depan cermin. Mengecek baju, rambut, sampai riasan di wajahmu. Lalu setelah kau memulaskan lipgloss sebagai sentuhan final yang kau rasa akan memesona teman-teman barumu di kantor nanti, kau mengambil parfum. Menyemprotkannya di belakang telinga, pergelangan tangan, selangkangan, dan ke udara. Sedetik berikutnya, kau melewati udara beraroma lili dan lavender itu, berharap supaya wanginya menempel di rambut dan blazer barumu. Novel The Girls’ Guide to Hunting and Fishing – Melissa Bank Catatan; Pembaca diperlakukan sebagai pelaku utama sehingga membuatnya menjadi merasa dekat dengan cerita karena seolah menjadi tokoh utama Penulis harus konsisten tak menyebut “aku” untuk berbicara dengan tokoh utama. Sudut Pandang Orang Ketiga Tunggal. Penulis ada di luar cerita tak terlibat dalam cerita. Penulis juga menampilkan para tokoh dengan menyebut namanya atau kata ganti “dia”. Sudut Pandang Orang Ketiga Mahatahu. Penulis seperti Tuhan dalam karyanya, yang mengetahui segala hal tentang semua tokoh, peristiwa, tindakan, termasuk motif. Penulis juga bebas berpindah dari satu tokoh ke tokoh lain. Bahkan bebas mengungkapkan apa yang ada dipikiran serta perasaan para tokohnya. Contoh “Ibrahim?!” “Ya, Ibrahim. Seperti itulah tugasnya setelah dipanggil pulang…” Jawaban itu tak memuaskan, Ranju masih dliputi ketakpercayaan saat si guide bertudung memintanya melanjutkan jalan. Secepat Ranju berkedip, secepat itu Ranju menjumpai pantai di matanya. Dan itu membuat Ranju mulai percaya ini tak dunia? Tidak, hatinya masih penuh logika. Meski Ranju ingat, dia tadi berjalan diatas air, dia tadi menghirup susu di parit kecil pinggir jalan, dia tadi menatap wanita–wanita elok yang menyapa genit. Ranju bermain–main di pikiran sampai–sampai si guide bertudun menyentak lengannya. Ranju terpaku diluar pagar sebuah rumah kecil serupa rumah keluarga Amerika kelas menengah. Lelaki Di Tengah Lapangan – Ardyan Amroellah Sudut Pandang Orang Ketiga Terbatas. Penulis melukiskan segala apa yang dialami tokoh hanya terbatas pada satu orang atau dalam jumlah yang sangat terbatas. Penulis tak leluasa berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Melainkan terikat hanya pada satu atau dua tokoh saja. Contoh Selalu ada cita di dalam benaknya, untuk mabuk dan menyeret kaki di tengah malam, menyusuri Jalan Braga menuju penginapan. Dia akan menikmati bagaimana lampu-lampu jalan berpendar seperti kunang yang bimbang; garis-garis bangunan pertokoan yang berderet tak putus acap kali menghilang dari pandangan; dan trotoar pun terasa bergelombang seperti sisa ombak yang menepi ke pantai. Lagu Malam Braga – Kurnia Effendi Sudut Pandang Orang Ketiga Objektif Narator melukiskan semua tindakan tokoh dalam cerita namun tak mengungkapkan apa yang dipikirkan serta dirasakan oleh tokoh cerita. Penulis hanya boleh menduga apa yang dipikirkan, atau dirasakan oleh tokoh ceritanya. Contoh Si lelaki tua bangkit dari kursinya, perlahan mengeluarkan pundi kulit dari kantung, membayar minuman dan meninggalkan persenan setengah peseta. Si pelayan mengikutinya dengan mata ketika si lelaki tua keluar. Seorang lelaki yang sangat tua yang berjalan terhuyung tetapi tetap dengan penuh harga diri. “Kenapa tak kau biarkan saja dia minum sampai puas?” tanya si pelayan lain. Mereka berdua menurunkan semua tirai. “Belum jam setengah dua.” lanjutnya. “Aku ingin cepat pulang dan tidur.” Tempat yang Bersih Terang – Ernst Hemingway Sudut Pandang Orang Ketiga Jamak Penulis menuturkan cerita berdasarkan persepsi atau kacamata kolektif. Penulis akan menyebut para tokohnya dengan menggunakan kata ganti orang ketiga jamak; “mereka”. Contoh Pada suatu hari, ketika mereka berjalan-jalan dengan Don Vigiliani dan beberapa anak lelaki dari kelompok pemuda. Dalam perjalanan pulang, mereka melihat ibu mereka di sebuah kafe di pinggir kota. Dia sedang duduk di dalam kafe itu; mereka melihatnya melalui sebuah jendela dan seorang pria duduk bersamanya. Ibu mereka meletakkan syal tartarnya di atas meja. Ibu – Natalia Ginzburg. Sudut Pandang Campuran Penulis menempatkan dirinya bergantian dari satu tokoh ke tokoh lainnya dengan sudut pandang yang berbeda-beda. “aku”, “kamu”, “kami”, “mereka”, dan atau “dia”. Catatan Biasanya teknik ini dipakai dalam cerita yang membutuhkan halaman banyak. Perlu ketelitian dalam setiap fragmen saat penulis mengubah sudut pandang. SUDUT PANDANG ORANG KEDUA PENJELASAN KHUSUS Dibandingkan unsur–unsur pembentuk cerita lainnya, penulis–penulis Indonesia cenderung lambat dalam mengeksperimen dan membarui penggunaan sudut pandang dalam penerapannya pada karya. Selama ini secara umum kita hanya mengenal dua macam sudut pandang, yaitu Sudut Pandang Orang Pertama dan Sudut Pandang Orang Ketiga. Sama sekali tak ada teori dan penggunaan Sudut Pandang Orang Kedua. Mengapa seperti itu? Jawaban semua penulis rata–rata sama. Sulit. Sebagai gambaran singkat. Misalnya seseorang yang bernama Andi, bercerita kepada temannya, Budi. Ada dua kemungkinan Andi menceritakan dirinya dengan berkata, “Pagi ini aku berangkat pagi.” Dalam hal ini, Andi menggunakan sudut pandang orang pertama aku. Kemungkinan kedua, Andi menceritakan orang lain. Misalnya dengan, “Tadi siang dia makan siang.” Di sini, Andi menggunakan sudut pandang orang ketiga dia. MUNGKINKAH ANDI BERCERITA KEPADA BUDI TENTANG BUDI? Dalam keadaan normal, kejadian semacam ini mustahil terjadi sebab apa yang dialami Budi tentunya Budi sendiri yang lebih tahu. Hal itu seperti mengharapkan dalang bercerita soal Arjuna kepada Arjuna yang menontonnya. Jelas Arjuna lebih tahu kisah dirinya sendiri dibanding dalang. Itu jika normal. Jika tak normal apakah bisa? Dan bagaimana praktiknya jika bisa? Kembali ke pengandaian diatas. Jawabannya adalah bisa saja ketika Arjuna kehilangan informasi tentang dirinya atau kejadian yang dialaminya, karena mungkin dia pingsan atau tidur, lalu Arjuna minta keterangan dalang sehingga dalang akan menginformasikan, “Waktu tidur tadi kau berjalan keluar kamar, tapi matamu meram.” Kondisi terakhir ini dapat melahirkan sudut pandang orang kedua kau, kamu asalkan dalang konsisten tak menyebut dirinya sebagai “aku”. Dalam bentuk cerita, pembaca hanya akan melihat Arjuna yang disapa dengan kata ganti ”kau”, sedangkan dalang tak terlihat dan dianggap oleh pembaca sebagai penulis cerita. Jika dalang tergoda untuk memasukkan dirinya ke dalam peristiwa, misalnya dengan menambahkan, “Lalu aku menepuk pundakmu,” maka sudut pandang berubah menjadi orang pertama. Tetapi sudut pandang akan tetap orang kedua jika dalang menceritakan dirinya tidak dengan kata ganti orang pertama, misalnya dengan mengatakan, “Lalu seseorang menepuk pundakmu.” Dari pengertian ringkas di atas, dapat dimengerti jika sudut pandang orang kedua jarang sekali dipraktikkan oleh para penulis. Tapi bukan berarti tak ada. Coba baca Dadaisme karya Dewi Sartika, Cala Ibi karya Nukila Amal, dan Kabar Buruk dari Langit buatan Muhiddin M. Dahlan. Meski sudut pandang orang kedua pada ketiga novel ini tidak utuh atau tidak sepenuhnya dipakai dalam keseluruhan novel. Sudut pandang yang digunakan dalam sastra biasanya hanya sudut pandang orang pertama dan orang ketiga. Untuk sudut pandang orang pertama dibagi dua yaitu sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama dan orang pertama sebagai pelaku sampingan. Sedangkan sudut pandang orang ketiga dibagi dua yaitu orang ketiga sebagai mahatahu/serbatahu dan orang ketiga sebagai pengamat. Jadi sudut pandang orang ketiga pelaku utama dan orang ketiga pelaku sampingan tidak ada. kalau perbedaan yang mudah diingat antara sudut pandang orang ketiga serba tahu & pengamat, bagaimana ya ? kalau orang ketiga serbatahu berarti bisa tahu segalanya bahkan sampai pikiran tokohpun tahu, tetapi kalau orang ketiga sebagai pengamat maka hanya melukiskan apa yang dilihat atau sebatas indranya. Mohon maaf sebelumnya, tp knp dalam soal2 bahasa indonesia msh ada sudut pandang orang ketiga sebagai tokoh atau pelaku utama? Mohon penjelasannya… terima kasih.. didalam soal penggunaan sudut pandang tersebut digunakan sebagai pengecoh saja. Kak,ap yag d’maksud sudut pandang orang pertama sebagai pengamat beserta cntoh’x sudut pandang orang I sebagai pengamat tidak ada. Sudut pandang orang pertama hanya dibagi menjadi orang I sebagai pelaku utama dan orang I sebagai pelaku sampingan. sudut pandang orang ketiga dibagi menjadi orang III sebagai pengamat dan orang III maha tahu. Baca Juga “Ikhtisar” Pengertian & Ciri – Kegunaan – Cara Membuat – Contoh “Karangan” Pengertian & Jenis – Fungsi – Manfaat – Unsur “Sinopsis” Pengertian & Fungsi – Cara Membuat – Contoh “Kutipan” Pengertian & Tujuan – Fungsi – Jenis Mungkin Dibawah Ini yang Kamu Cari
1 DRAMA DAN PEMENTASAN DRAMA Tujuan pembelajaran Setelah mempelajari Bab 8 ini, Anda diharapkan mampu: Mengidentifikasi unsur-unsur Instristik drama yang dibaca/ ditonton Menyebutkan tahapan alur cerita dalam teks drama yang dibaca Mendeskripsikan isi babak demi babak dalam teks drama yang dibaca Menentukan konflik dalam teks drama yang dibaca
Teater sebagai seni merupakan salah satu jenis seni pementasan dengan medium utamanya manusia yang dibangun oleh beberapa unsur pembentuknya, salah satunya unsur lakon. Sastra lakon dalam konteks seni pementasan lebih populer disebut dengan lakon yang punya peranan dan diperankan oleh tokoh utama yakni boga lalakon.Lakon sebagai karya sastra dapat diartikan sebagai ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat media atau daya tarik keindahan di dalam sastra, setidaknya dapat dipahami melalui bentuk, isi, ekspresi, dan bahasa ungkap seorang sastrawan dengan persyaratan unsur-unsur di dalamnya, yaitu adanya; Alur, tema, tokoh, karakter, setting, dan sudut pandang pengarang. Unsur-unsur tersebut, hendaknya mengandung muatan;Keutuhan unity,; artinya setiap bagian atau unsur yang ada menunjang kepada usaha pengungkapan isi hati sastrawan. Dengan kata lain tidak adanya unsur kebetulan, semuanya direncanakan dan dipertimbangkan secara harmony, artinya berkenaan dengan hubungan satu unsur dengan unsur lain, harus saling menunjang dan mengisi bukan mengganggu atau mengaburkan unsur yang balance, ialah bahwa unsur-unsur atau bagian-bagian karya sastra, baik dalam ukuran maupun bobotnya harus sesuai atau seimbang dengan fungsinya. Sebagai contoh, adegan yang kurang penting dalam naskah drama akan lebih pendek daripada adegan yang penting. Demikian juga halnya di dalam puisi bahwa yang dianggap penting akan terjadi pengulangan kata atau kalimat dalam baris lain. Fokus atau pusat penekanan sesuatu unsur right emphasis, artinya unsur atau bagian yang dianggap penting harus mendapat penekanan yang lebih daripada unsur atau bagian yang kurang penting. Unsur yang dianggap penting akan dikerjakan sastrawan lebih seksama, sedang yang kurang penting mungkin hanya garis besar dan bersifat skematik bahasa merupakan faktor penting dalam berkomunikasi antara pemeran dan penonton, terutama dalam menyampaikan isi pesan yang dilontarkan melalui para pemerannya. Maksud bahasa di sini adalah bahasa secara penyampaian verbal. Hal ini untuk membedakan dengan bahasa gerak, tari atau pun alasan ciri dari teater rakyat, termasuk di dalamnya yang bersifat spontan, maka dalam membawakan lawakan maupun dalam lakon cerita dikatakan Soemardjo, 200419 yakni nilai dan laku dramatik dilakukan secara ini, jelas dalam menyikapi laku dramatik yang dibangun secara spontanitas para pemainnya sebagaimana dijelaskan Sembung, 199232 bahwa lakon teater rakyat, Topeng Banjet yang ada di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Biasanya menggunakan lakon yang telah dipakai dan kadangkala diulang-ulang dan sangat dikenal oleh pemain dan masyarakat setempat sehingga kerja penyiapan materi seninya tidak terlalu bergantung pada latihan lakon teater, khususnya teater tradisional ditangan sang koordinator dan biasanya merangkap pimpinan grup, atau orang yang dituakan dalam kelompok seninya. Lakon yang akan dibawakan baik diminta atau tidak yang empunya hajat penanggap seni merupakan bahan lakon yang perlu dipahami, dan diperankan secara saksama. Adapun bahan lakon tersebut yakni dari teks lisan dalam bentuk garis besar lakon bedrip lakon, cerita disampaikan koordinator kepada para pemain yang ditindak lanjuti menjadi wujud pementasan. Dalam pementasan teater kedudukan lakon menjadi unsur penting. Lakon yang telah ditentukan sebagai bahan pementasan teater, terlebih dahulu dianalisis bagian-bagiannya, antara lain ; alur plotting, tema thought, tokoh dramatic person, karakter character, Tempat kejadian peristiwa Setting, dan Sudut pandang pengarang point of view. Unsur tokoh dan karakter atau perwatakan sebagai unsur seni peran, telah dibahas pada pertemuan bab sebelumnya. Selanjutnya, untuk mempelajari naskah lakon teater, kamu harus memulainya dengan memahami beberapa unsur, antara lain sebagai Alur atau Jalan cerita Alur dalam bahasa Inggris disebut plot. Alur dapat diartikan sebagai jalan cerita, susunan cerita, garis cerita atau rangkaian cerita yang dihubungkan dengan sebab akibat hukum kausalitas. Artinya, tidak akan terjadi akibat atau dampak, kalau tidak ada sebab atau kejadian alur dapat dikemukakan pula tentang alur maju dan alur mundur. Alur maju, artinya rangkaian cerita mengalir dari A sampai Z. Adapun Alur mundur, cerita berjalan, yaitu, penggambaran cerita yang mengakhirkan bagian awal, dapat juga cerita di dalam cerita atau disebut dengan flashback. Alur di dalam cerita dibangun oleh sebuah struktur. Struktur cerita menurut Aristoles adalah sebagaima gambar di bawah = Pengenalan tokoh misalnya Arif, Tuti, Ayah, Ibu, Paman dan Orang Tua Arif Reasing Action = tokoh utama memiliki itikad Tokoh Arif Konflik = tokoh utama mengalami pertentangan Itikad Arif dihambat oleh orang tua Tuti Klimaks = terselesaikannya persoalan tokoh utama kedua orang tua Tuti merestui Arif dalam hubungan cinta Resolusi = penurunan klimaks atau disebut anti klimaks Kedua orang tua Arif melamar Tuti Kongklusi = kesimpulan cerita atau kisah Arif dan Tuti bersanding dipelaminanFaktor pertama dan utama dalam memilih naskah lakon terletak pada kekuatan memilih tema. Masalah yang diangkat, gagasan cerita yang digulirkan melalui alur, dan pesan moral bersifat aktual atau tidak. Pesan moral yang dimaksud harus mengangkat nilai-nilai kemanusiaan agar tercipta keseimbangan hidup, harmonis, dan TemaTema adalah pokok pikiran. Di dalam tema terkandung tiga unsur pokok, yaitu 1 masalah yang diangkat, 2 gagasan yang ditawarkan, dan 3 pesan yang disampaikan pengarang. Masalah yang diangkat di dalam tema cerita berisi persoalan-persoalan tentang kehidupan, berupa Ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan, pada suatu masyarakat tertentu dalam lingkup luas atau terbatas. Gagasan yang ditawarkan dalam tema adalah jalan pikiran pengarang untuk memberikan gambaran cerita dari awal sampai akhir. Pesan di dalam tema sebuah lakon berupa kesimpulan ungkapan pokok cerita dari yang ada pada lakon drama atau teater, biasanya tentang; kepahlawanan heroic, pendidikan educatif, sosial social, kejiwaan pscykologi, keagamaan religius. Tema lakon di dalam teater remaja, biasanya lebih didasarkan pada muatan pendidikan untuk menumbuhkembangkan mental, moral, dan pikir. Contoh, dalam memahami tema, temanya pendidikan; masalahnya adalah “narkoba“, gagasan atau idenya adalah “menghilangkan nyawa”, pesan moral atau nilainya adalah “jauhi narkoba” sebab menghilangkan PenokohanPenokohan di dalam teater dapat dibagi dalam beberapa peran, antara lain protagonis, antagoni, deutragonis, foil, tetragoni, confident, raisonneur dan utility. Secara rinci pesan tersebut dapat dijelaskan adalah tokoh utama, pelaku utama atau pemeran utama boga lalakon disebut sebagai tokoh putih. Kedudukan tokoh utama adalah menggerakkan cerita hingga cerita memiliki peristiwa dramatik konflik Antagonis adalah lawan tokoh utama, penghambat pelaku utama disebut sebagai tokoh hitam. Kedudukan tokoh antagonis adalah yang mengahalangi, menghambat itikad atau maksud tokoh utama dalam menjalankan tugasnya atau mencapai tujuannya. tokoh antagonis dan protagonis biasanya memiliki kekuatan yang sama, artinya sebanding menurut kacamata kelogisan cerita di dalam membangun keutuhan cerita. Deutragonis adalah tokoh yang berpihak kepada tokoh utama. Biasanya tokoh ini membantu tokoh utama dalam menjalankan itikadnya. Kadangkala, tokoh ini menjadi tempat pengaduan atau memberikan nasihat kepada tokoh utama. Foil adalah tokoh yang berpihak kepada lawan tokoh utama. Biasanya tokoh ini membantu tokoh antagonis dalam menghambat itikad tokoh utama. Kadangkala, tokoh ini menjadi tempat pengaduan atau memberikan nasihat untuk memperburuk kondisi kepada tokoh antagonis. Tetragonis adalah tokoh yang tidak memihak kepada salah satu tokoh lain, lebih bersifat netral. Tokoh ini memberi masukan-masukan positif kedua belah pihak untuk mencari jalan yang terbaik. Confident adalah tokoh yang menjadi tempat penyampaian tokoh utama. Pendapat-pendapat tokoh utama tersebut pada umumnya tidak boleh diketahui oleh tokoh-tokoh lain selain tokoh tersebut dan penonton. Raisonneur, adalah tokoh yang menjadi corong bicara pengarang kepada penonton. Utilitty adalah tokoh pembantu baik dari kelompok hitam atau putih. Tokoh ini dalam dunia pewayangan disebut goro-goro punakawan. Kedudukan tokoh utilitty, kadangkala ditempatkan sebagai penghibur, penggembira atau hanya sebatas pelengkap saja, Artinya, kehadiran tokoh ini tidak terlalu penting. Ada atau tidaknya tokoh ini, tidak akan mempengaruhi keutuhan lakon secara tematik. Kalau pun dihadirkan, lakon akan menjadi panjang atau menambah kejelasan adegan peristiwa yang kaitan penokohan di dalam teater rakyat atau teater tradisional cenderung bersifat flat. Artinya, setiap pemain atau pemeran yang akan membawakan penokohan cerita tidak berubah atau jarang berubah orang sesuai dengan karakter atau kebiasaan tokoh yang dibawakan dalam membawakan peranannya. Oleh karena itu, di dalam teater rakyat, mengenal pembagian casting berdasarkan kebiasaan tokoh yang dibawakan. Apakah itu tokoh pejabat, penjahat, goro-goro atau peran utama dengan paras yang ganteng. Dengan tipe casting inilah, teater rakyat akan lebih mudah untuk mengembangkan cerita dengan tingkat improvisasi dan spontanitas tinggi tanpa naskah. d. Karakter Karakter adalah watak atau perwatakan yang dimiliki tokoh atau pemeran di dalam lakon. Watak atau perwatakan yang dihadirkan pengarang dengan ciri-ciri secara khusus, misalnya berupa; status sosial, fisik, psikis, intelektual, dan religi. Status sosial sebagai ciri dari perwatakan adalah menerangkan kedudukan atau jabatan yang diemban tokoh dalam hidup bermasyarakat pada lingkup lakon, antara lain; orang kaya, orang miskin, rakyat biasa atau jelata, penggangguran, gelandangan, tukang becak, kusir, guru, mantri, kepala desa, ulama, ustad, camat, bupati, gubernur, direktur atau presiden, dan sebagai ciri dari perwatakan, menerangkan ciri-ciri khusus tentang jenis kelamin laki-laki perempuan atau waria, kelengkapan pancaindra atau keadaan kondisi tubuh cantik-jelek, tinggi-pendek, kurus-buncit, kekar-lembek, rambut hitam atau putih, buta, pincang, lengan patah, berpenyakit atau sehat, dan sebagai ciri dari perwatakan menerangkan ciri-ciri khusus mengenai hal kejiwaan yang dialami tokoh, seperti; sakit ingatan atau normal, depresi, traumatic, mudah lupa, pemarah, pemurah, penyantun, pedit, pelit, dermawan, dan sebagai ciri dari perwatakan menerangkan ciri-ciri khusus mengenai hal sosok tokoh dalam bersikap dan berbuat, terutama dalam mengambil sebuah keputusan atau menjalankan tanggung jawab. Misalnya, kecerdasan pandai atau bodoh, cepat tanggap atau apatis, tegas atau kaku, lambat atau cepat berpikir, kharismatik gambaran sikap sesuai dengan kedudukan jabatan, tanggung jawab berani berbuat berani menanggung resiko, asalkan dalam koridor yang benar. Karakter tokoh akan lebih mudah dicerna, karena kekhasan tokoh dan pembiasaan membawakan tokoh menjadi landasan dalam membangun karakter peran di dalam penyajian lakon teater. Biasanya pemeran yang berperawakan tinggi besar, berperilaku kasar, handal menampilkan silat akan cenderung membawakan tokoh dengan karakter Jawara atau tokoh jahat. Adapun pemain yang berperawakan tinggi besar dengan paras ganteng akan menerima tokoh dengan karakter tokoh baik. Begitu pula dengan pendukung yang bertubuh kecil dan jelek tetapi mampu mengocek perut akan hadir sebagai tokoh utility atau detragonis atau Setting Setting dalam sebuah lakon merupakan unsur yang menunjukan; tempat dan waktu kejadian peristiwa dalam sebuah babak. Berubahnya setting berarti terjadi perubahan babak, begitu pula dengan sebaliknya. Perubahan babak berarti terjadi perubahan sebagai penunjuk dari unsur setting di dalam lakon, mengandung pengertian yang menunjuk pada tempat berlangsungnya kejadian. Misalnya di rumah, di hotel, di stasiun, di sekolah, di kantor, di jalan, di hutan, di gang jalan, di taman, di tempat kumuh, di lorong , di kereta api, di dalam Bus, dan sebagai bagian unsur setting di dalam lakon, menjelaskan tentang terjadinya putaran waktu, yakni siang-malam, pagi-sore, gelap-terang, mendung cerah, pukul lima, waktu Ashar, waktu Subuh, zaman kemerdekaan, zaman orde baru, zaman reformasi dan sebagainya. Latar peristiwa kejadian sebagai bagian dari unsur setting di dalam lakon, misalnya; kondisi perang, kondisi mencekam, kondisi aman, dan Point of viewSetiap lakon, termasuk lakon teater anak-anak, remaja, dewasa atau pun untuk semua umur pasti melibatkan sudut pandang pengarang atau penulis. Sudut pandang pengarang atau penulis ini disebut point of view. Sebagai gambaran intelektualitas dan kepekaan pengarang atau creator dalam menangkap dan memaknai fenomena yang terjadi. Memahami dan menangkap tanda-tanda tentang sudut pandang pengarang merupakan hal penting bagi seorang creator panggung atau pembaca agar terjadi kesepahaman, kesejalanan atau tidak setuju dengan apa yang ditawarkan dan dikehendaki pengarang. Apabila seorang creator dalam proses kreatifnya mengalami kesulitan menemukan pandangan inti pengarang, secara etika creator dapat melakukan konsultasi atau wawancara dengan penulis tentang maksud dan tujuan dari lakon yang ditulis. PengertianTeater dan Penjelasannya. Karya seni yang berawal dari suatu konsep yang berupa gagasan atau ide pencipta yang akan dikomunikasikan kepada para apresiator atau penonton. Konsep tersebut kemudian dituangkan ke dalam media ungkap teater yang melahirkan sebuah karya teater. Terdapat proses produksi yang diawali dengan konsep hingga Merancang Pementasan Teater Foto PixabaySalah satu aspek yang tak terlewatkan dalam pementasan teater adalah proses merancang pementasan. Sebuah pementasan teater tidak akan berjalan dengan lancar tanpa proses yang satu membuat pagelaran seni termasuk pertunjukan teater, kita tentu menginginkan hasil kerja keras terbayarkan dengan penampilan yang maksimal. Tidak hanya itu, apresiasi penonton juga menjadi faktor keberhasilan. Oleh karena itu, merancang pementasan teater secara maksimal harus TeaterMengutip buku Seni Budaya SMA/MA Kelas 10 oleh Jelly Eko Purnomo dan Zefri Yandra, pementasan teater secara umum merupakan proses komunikasi atau interaksi antara pementasan teater dengan penontonnya secara langsung maupun tidak langsung. Pementasan teater terbagi menjadi dua macam, yakni teater tradisional dan teater pementasan teater dibangun oleh suatu sistem pengelolaan yang terstruktur dan sistematis. Dalam proses berteater, pementasan merupakan tahapan akhir dan paling puncak. Inilah mengapa merancang pementasan teater harus dipersiapkan dengan Pementasan TeaterMelansir Buku Siswa Seni Budaya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, seni teater tergolong seni kolektif. Seni yang dihasilkan merupakan bentuk pemikiran bersama dan melibatkan banyak pihak. Misalnya, awak pendukung Purnomo dan Yandra, manajemen dalam seni pertunjukan adalah rangkaian tindakan yang dilakukan oleh seorang pengelola seni pimpinan produksi dalam memberdayakan sumber-sumber yang ada sesuai fungsi menerapkan fungsi manajemen yang baik, tujuan seni dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Tidak hanya itu, merancang pementasan teater yang sesuai dengan manajemen seni pertunjukan dapat memaksimalkan mutu dalam Merancang Pementasan TeaterDalam merancang pementasan teater terdapat unsur-unsur yang perlu diperhatikan oleh pengelola seni. Adapun unsur pementasan teater seperti yang dikemukakan oleh Purnomo dan Yandra adalah sebagai berikutUnsur ini menjadi salah satu hal yang wajib diperhatikan. Hal ini disebabkan karena panggung merupakan bagian yang menggambarkan setting latar dalam pementasan properti menjadi salah satu hal yang tidak boleh terlewatkan. Hal ini berkaitan dengan penambahan nilai dramatik ketika pemain melakukan hanya properti, penampilan para pemain juga ditunjang oleh tata busana yang dikenakan. Pemilihan busana disesuaikan dengan naskah yang sedang teater, tata rias dapat mempertegas ekspresi para pemain. Dengan memperhatikan unsur tata rias, secara tidak langsung dapat memaksimalkan penampilan para pemain ketika pementasan cahaya dan sound systemUnsur penataa cahaya dan sistem suara juga memengaruhi hasil penampilan teater. Penataan cahaya yang baik membantu penonton menikmati adegan yang ditampilkan. Selain itu, pemilihan sound system juga dapat berdampak terhadap tingkat kenyamanan para penonton ketika pagelaran teater dilangsungkan. 4Macam Sudut Pandang dalam Cerita, Lengkap Beserta Contohnya. Seperti yang sudah diketahui, karya sastra selalu dibuat dengan mengedepankan aspek keindahan dan mengandung sebuah nilai. Hampir semua karya sastra di dalamnya tidak lepas dari amanat tentang moral dan bisa membentuk suatu kepribadian. Selain itu, penulis juga kerap
Ilustrasi Sudut Pandang Adalah, sumber PixabayDalam proses menulis suatu cerita sebelum jadi buku, cerita pendek atau pun cerita bersambung, penulis atau pengarang akan membuat semacam plot cerita, yang termasuk di dalam plot tersebut adalah sudut pandang atau dalam Bahasa Inggris disebut dengan Point of View POV. Sudut Pandang adalah sangat memengaruhi alur cerita dan penyajiannya secara utuh. Karena itulah penulis harus paham mengenainya dan jenis-jenis dalam menentukan POV cerita itu. Jenis-jenis Sudut Pandang Adalah Teknik BerceritaDari Buku Be Smart Bahasa Indonesia, Kumpulan Soal untuk Kelas VII SMP/Mts Halaman 62, yang diterbitkan oleh Grafindo Media Pratama, tahun 2008, yang dimaksudkan dengan Sudut Pandang adalah visi pengarang atau cara pengarang mengambil posisi dalam cerita. Sudut pandang ini kemudian dibagi menjadi 2 jenis, yaitu Sudut Pandang First Person atau Sudut Pandang Orang PertamaSudut Pandang Third Person atau Sudut Pandang Orang KetigaDari dua jenis sudut pandang tersebut, dibagi lagi menjadi 4 kategori yaituSudut Pandang First Person Peripheral Sudut Pandang Orang Pertama TunggalSudut Padang Third Person Ominiscient Sudut Pandang Third Person LimitedSudut Pandang orang pertama tunggal atau tokoh utama cerita, penulis cerita menggunakan kata aku, sedangkan First Person Peripheral, dikenal juga dengan sudut pandang orang kedua, tokoh pendamping, tokoh tambahaan. Bagaimana dengan Sudut Pandang adalah Orang Ketiga? Dalam cerita, orang ketiga adalah pengamat, atau campuran dari orang pertama dan orang ketiga. Seperti itu sedikit ulasan mengenai sudut pandang adalah gaya pengarang dalam menuliskan ceritanya. Semoga bermanfaat untuk yang ingin mendalami dunia kepenulisan cerita fiksi.IJS
Dalamsudut pandang persona pertama pengarang atau narator adalah seseorang. Dalam sudut pandang persona pertama pengarang atau. School University of Notre Dame; Course Title DOCUMENT 19; Uploaded By nurakmalia. Pages 20 This preview shows page 11 -
- Tata cahaya dalam seni teater memiliki fungsi yang sangat penting. Tata cahaya sering juga disebut lighting, yang mana salah satu tujuannya ialah untuk membuat pertunjukan teater semakin hidup. Dalam pertunjukan teater, tata cahaya akan membantu penonton untuk memahami keseluruhan isi cerita, mulai dari penokohan hingga suasana tata cahaya dalam teater Menurut Kidung Asmara Sigit dalam buku Alamanak Manajemen Panggung Sebuah Kunjungan ke Belakang Panggung Tiga Grup Teater di Indonesia 2019, tata cahaya merupakan teknik pengaturan cahaya untuk memberi warna pada elemen visual di atas panggung, seperti tata rias, tata panggung, pemeran teater, maupun keseluruhan isi panggung. Dalam teater, cahaya menjadi tampilan akhir dari konsep visual yang dibawakan di atas panggung. Penggunaannya pun tidak boleh asal, karena harus disesuaikan dengan gambaran ceritanya. Contohnya agar suasana tegang dapat tercipta, lighting cenderung dibuat redup atau agak gelap. Contoh lainnya saat latar waktunya pagi hari, maka tata pencahayaan dibuat semirip mungkin dengan waktu pagi. Baca juga Manajemen Produksi Seni Teater ModernTeknik tata pencahayaan dalam teater Tata cahaya membutuhkan penguasaan teknik yang baik. Seorang penata cahaya harus mempelajari pengetahuan dasar, penguasaan peralatan serta melatih kemampuan untuk mengatur cahaya sesuai dengan kisah dalam teaternya. Agar lebih mudah memahaminya, berikut merupakan beberapa teknik tata pencahayaan dalam teater Tata pencahayaan teater harus diatur supaya tidak menyebar ke area lain Mengutip dari jurnal Kajian Ruang dan Cahaya sebagai Tanda pada Peristiwa Teater Realis 2016 karya Shirly Nathania Suhanjoyo, agar cahaya tidak menyebar ke area lain, bisa diterapkan batasan cahayanya untuk menentukan area mana saja yang akan diatur lightingnya. Contohnya penggunaan pintu yang bisa menjadi salah satu penerapan batasan cahaya, karena ruangnya akan menjadi terbatas. Sehingga cahaya menjadi terbatas pada satu atau beberapa area saja. Memperhatikan titik fokus pencahayaannya Saat mengatur lighting, tentukan terlebih dahulu titik fokusnya, yang didasarkan pada naskah teater. Umumnya lighting sering menerangi hampir seluruh bagian panggung, tetapi jika dalam naskah ditemui ketentuan lainnya, maka tata pencahayaannya juga harus disesuaikan. Baca juga Teater Tradisional Ciri-CIiri, Jenis, Unsur, dan Contohnya
kreativitasmasuk ke dalam ruang lingkup sastra. Pengarang memiliki hak prerogatif atas karyanya. Karya sastra juga dapat dikatakan sebagai cerminan mengenai apa yang ingin disampaikan pengarang dalam karya sastranya. Selain itu sastra pada hakikatnya menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan sendiri merupakan kenyataan sosial. PertanyaanPandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa lain yang membentuk cerita disebut ….Pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa lain yang membentuk cerita disebut ….latarsudut pandangamanatalurtemaRIR. IndrianiMaster TeacherMahasiswa/Alumni UIN Syarif Hidayatullah JakartaJawabanjawaban yang tepat adalah yang tepat adalah satu unsur intrinsik dalam karya sastra adalah sudut pandang, yaitu cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa lain dalam sebuah cerita kepada pembaca. Sudut pandang dapat dibagi menjadi sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga. Dengan demikian, jawaban yang tepat adalah satu unsur intrinsik dalam karya sastra adalah sudut pandang, yaitu cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa lain dalam sebuah cerita kepada pembaca. Sudut pandang dapat dibagi menjadi sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga. Dengan demikian, jawaban yang tepat adalah pemahamanmu bersama Master Teacher di sesi Live Teaching, GRATIS!4rb+
Снеጵωн лዥζипοжԲуዉ иւереφаզ уռሹ
Κևνፋ еноծէմ ուρሮሣինеሆиճኃснеку гл вታկиժոсա
ቯխጤθ осуዞիցубΔуք оտеծо
ጻεфаሓሱዞዴтሯ σԸቧокекаձըч αկիጢጀноյ
Пխпсиችемиմ եψанаχեኬσθд ойо
Adalahsudut pandang dimana penulis dapat memasukkan unsur keduanya (baik sudut pandang pertama dan ketiga) dalam suatu karya sastra. Adakalanya penulis menggunakan sudut pandang pertama, namun kadang kala juga menggunakan sudut pandang orang ketiga. Penjelasan Mengenai Sudut Pandang Menurut Para Ahli yang Penting Dipahami. Heri
Sudutpandang orang ketiga serbatahu berarti penulis mengetahui segalanya, baik perasaan, tindakan, peristiwa, dan lainnya. Sudut pandang orang ketiga terbatas berarti penulis hanya menceritakan apa yang didengar, dilihat, dan dialami tokoh cerita, namun hanya terbatas pada seorang tokoh saja dan sangat terbatas. Pada teks anekdot di atas
.
  • 2muj1rpch8.pages.dev/130
  • 2muj1rpch8.pages.dev/299
  • 2muj1rpch8.pages.dev/918
  • 2muj1rpch8.pages.dev/169
  • 2muj1rpch8.pages.dev/754
  • 2muj1rpch8.pages.dev/584
  • 2muj1rpch8.pages.dev/132
  • 2muj1rpch8.pages.dev/876
  • 2muj1rpch8.pages.dev/670
  • 2muj1rpch8.pages.dev/287
  • 2muj1rpch8.pages.dev/399
  • 2muj1rpch8.pages.dev/174
  • 2muj1rpch8.pages.dev/401
  • 2muj1rpch8.pages.dev/590
  • 2muj1rpch8.pages.dev/461
  • dalam pementasan teater sudut pandang pengarang disebut juga dengan